Flash back ke tahun 2011 bulan
November, ketika pertama kali menginjakkan kaki ke Saigon, atau yang lebih kita
kenal dengan nama Ho Chi Minh City. Pertama kali mendarat di bandara Tan Sonh
Nhat, Vietnam pada malam hari. Kami memutuskan tinggal di daerah Pham Ngu Lao,
yang terkenal dengan daerahnya para backpacker. Penginapan di daerah itu sumpah
murah banget. Semalam hanya USD 7 bisa ditempati oleh 2 orang. Kami menempati
lantai 2.
Kamarnya lumyan bersih. Taksi
dari Tan sonh Nhat ke daerah Pham Ngu Lao berkisar USD 9.
Hari pertama saya berkeliling
city tour ditemani orang local bernama Tram Nguyen. Saya mengenalnya dari situs
couchsurfing. Kebetulan dia ada waktu menemani, jadi ya kami keliling kota.
Reunification palace, post office, Bui vien, Ben Tanh Market dll. Kami
menggunakan angkutan umum dan jalan kaki. Jarak obyek wisata tersebut sangat
berdekatan.
Di Vietnam, agak susah mencari
makanan halal karena kebanyakan disini mengandung babi. Kami menemukan makanan
halal di Ben Tanh Market itu pun harganya kala itu VND 60,000 (sekitar IDR
30,000)
Dan pas disini... kami nggak
menemukan makanan tempe. Hahaha tempe hanya di Indonesia.
Hari ke 2 kami melakukan
perjalanan menyusuri sungai Mekong. Tidak ada yang istimewa sebenernya, karena
sungainya berwarna coklat.
Wanita wanita pendayung Vietnam ini
sangat tangguh loh. Sanggup mendayung dengan rute yang lumayan jauh. Tapi
hati-hati, mereka mengharapkan imbalan tips loh, dan sangat welcome sama yang
namanya dollar. Padahal, untuk ikut trip ini, kita sudah membayar sebelumnya.
Bisa dibilang, mereka mata duitan lah.
Selesai dari sini, kami
berkunjung ke coconut island. Kami istirahat dan ternyataa.... kami disuguhi
buah dengan bumbu garam yang di campur cabe. Wahhh... di Indonesia ini namanya
rujak.
Ternyta negara ini memiliki
kesamaan loh dengan indonesia dalam soal makanan. Beberapa orang bule
menganggap memakan buah dengan garam itu hal aneh, tapi kami orang indonesia
sudah biasa makan rujak. Di sebuah pasar, ternyata rujak juga diperdagangkan
kok, namanya rojak.
Disini juga ada pengamen, artinya
mereka juga memainkan musik dan suara, dan kemudian kami menyumbangkan uang
untuk mereka. Kisarannya berbeda beda.
Lalu lanjut ke Chu Chi tunnel
dengan sebuah bis. Cukup jauh juga melewati hutan dengan pepohonan tinggi. Ini mirip
alas roban loh. Sesampainya di Chu chi tunnel, kami di bawa oleh si tour guide
menjelaskan lubang-lubang bekas persembunyian tentara Vietnam (Vietkong) ketika
perang. Banyak sekali jebakan disitu.
Kami pun diberi kesempatan untuk
masuk ke lubang persembunyian. Sangat pengap di dalam. Untuk berjalan dilakukan
dengan cara berjongkok. Kalau sudah memutuskan untuk maju, tidak bisa mundur
karena di belakangnya sempit dan sudah ada orang yang berjongkok mengikuti. Mau
tak mau tetap haris berjalan lurus dan mencarai jalan keluar terdekat.
Selesai itu, kami mendengarkan
letusan tembakan bersala dari AK47. Yang ingin mencoba menembak mengenak AK47
harus membayar lagi. Kami memutuskan untuk tidak ikut, terlalu memekakkan
telinga.
Oiya, di Vietnam harus hati hati
dengan yang namanya scam. Banyak sekali cara para scammer ini untuk merugikan
para turis. Kami hampir kena karena ketika naik taksi, taksi tersebut hampir
saj membawa kabur tas kami. Coba bayangkan, kalau dia sampai berhasil kabur
dengan semua lugage kami, beneren jadi gembel di negara orang ini. Karena semua
dokumen dan uang ada di situ.
Allah sangat baik pada kami. Duit
terakhir sisa USD 10, kami gunakan untuk ke bandara. Lalu pulang kembali ke
Indonesia. Oiya, taksi yang direkomendasikan disini adalah Mailyn.
Yah, ini menjadi pelajaran bagi
kami. Pelajaran untuk selalu waspada di negara orang. Cerita ini akan kami bawa
dan akan kami ceritakan pada anak cucu kami kelak. Betapa bangganya kami yang
ketika usia muda sudah bisa menjejakan kaki ke negara orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar