Senin, 24 Oktober 2016

Hidup tak akan pernah sama lagi... di Vietnam





Flash back ke tahun 2011 bulan November, ketika pertama kali menginjakkan kaki ke Saigon, atau yang lebih kita kenal dengan nama Ho Chi Minh City. Pertama kali mendarat di bandara Tan Sonh Nhat, Vietnam pada malam hari. Kami memutuskan tinggal di daerah Pham Ngu Lao, yang terkenal dengan daerahnya para backpacker. Penginapan di daerah itu sumpah murah banget. Semalam hanya USD 7 bisa ditempati oleh 2 orang. Kami menempati lantai 2. 


Kamarnya lumyan bersih. Taksi dari Tan sonh Nhat ke daerah Pham Ngu Lao berkisar USD 9.
Hari pertama saya berkeliling city tour ditemani orang local bernama Tram Nguyen. Saya mengenalnya dari situs couchsurfing. Kebetulan dia ada waktu menemani, jadi ya kami keliling kota. Reunification palace, post office, Bui vien, Ben Tanh Market dll. Kami menggunakan angkutan umum dan jalan kaki. Jarak obyek wisata tersebut sangat berdekatan.





Di Vietnam, agak susah mencari makanan halal karena kebanyakan disini mengandung babi. Kami menemukan makanan halal di Ben Tanh Market itu pun harganya kala itu VND 60,000 (sekitar IDR 30,000)
Dan pas disini... kami nggak menemukan makanan tempe. Hahaha tempe hanya di Indonesia.
Hari ke 2 kami melakukan perjalanan menyusuri sungai Mekong. Tidak ada yang istimewa sebenernya, karena sungainya berwarna coklat.


Wanita wanita pendayung Vietnam ini sangat tangguh loh. Sanggup mendayung dengan rute yang lumayan jauh. Tapi hati-hati, mereka mengharapkan imbalan tips loh, dan sangat welcome sama yang namanya dollar. Padahal, untuk ikut trip ini, kita sudah membayar sebelumnya. Bisa dibilang, mereka mata duitan lah.
Selesai dari sini, kami berkunjung ke coconut island. Kami istirahat dan ternyataa.... kami disuguhi buah dengan bumbu garam yang di campur cabe. Wahhh... di Indonesia ini namanya rujak.
Ternyta negara ini memiliki kesamaan loh dengan indonesia dalam soal makanan. Beberapa orang bule menganggap memakan buah dengan garam itu hal aneh, tapi kami orang indonesia sudah biasa makan rujak. Di sebuah pasar, ternyata rujak juga diperdagangkan kok, namanya rojak.
Disini juga ada pengamen, artinya mereka juga memainkan musik dan suara, dan kemudian kami menyumbangkan uang untuk mereka. Kisarannya berbeda beda.
Lalu lanjut ke Chu Chi tunnel dengan sebuah bis. Cukup jauh juga melewati hutan dengan pepohonan tinggi. Ini mirip alas roban loh. Sesampainya di Chu chi tunnel, kami di bawa oleh si tour guide menjelaskan lubang-lubang bekas persembunyian tentara Vietnam (Vietkong) ketika perang. Banyak sekali jebakan disitu.

Kami pun diberi kesempatan untuk masuk ke lubang persembunyian. Sangat pengap di dalam. Untuk berjalan dilakukan dengan cara berjongkok. Kalau sudah memutuskan untuk maju, tidak bisa mundur karena di belakangnya sempit dan sudah ada orang yang berjongkok mengikuti. Mau tak mau tetap haris berjalan lurus dan mencarai jalan keluar terdekat.
Selesai itu, kami mendengarkan letusan tembakan bersala dari AK47. Yang ingin mencoba menembak mengenak AK47 harus membayar lagi. Kami memutuskan untuk tidak ikut, terlalu memekakkan telinga.
Oiya, di Vietnam harus hati hati dengan yang namanya scam. Banyak sekali cara para scammer ini untuk merugikan para turis. Kami hampir kena karena ketika naik taksi, taksi tersebut hampir saj membawa kabur tas kami. Coba bayangkan, kalau dia sampai berhasil kabur dengan semua lugage kami, beneren jadi gembel di negara orang ini. Karena semua dokumen dan uang ada di situ.
Allah sangat baik pada kami. Duit terakhir sisa USD 10, kami gunakan untuk ke bandara. Lalu pulang kembali ke Indonesia. Oiya, taksi yang direkomendasikan disini adalah Mailyn.
Yah, ini menjadi pelajaran bagi kami. Pelajaran untuk selalu waspada di negara orang. Cerita ini akan kami bawa dan akan kami ceritakan pada anak cucu kami kelak. Betapa bangganya kami yang ketika usia muda sudah bisa menjejakan kaki ke negara orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar